KULINER EKSTREM : Baceman Kelelawar Yang Dicari Untuk Obat

Bagi penggemar kuliner ekstrem, berkunjung ke Kecamatan Panggang, Gunungkidul mungkin wajib dilakukan. Sebuah warung di pertigaan Desa Giriharjo, di seberang terminal, menyediakan menu menantang, codot (kelelawar pemakan buah) goreng.
Selama ini, binatang malam kelelawar atau codot dalam bahasa Jawa, sering dikonsumsi sebagai obat untuk penyakit asam urat, asma dan gula. Tak mengherankan, bila warung makan baceman codot di warung Bu Wanti, Panggang Gunungkidul selalu jadi jujugan untuk dijadikan obat.
Warung itu dikelola seorang perempuan bernama Sukarwanti, 54.
Tidak ada papan nama yang menerangkan secara jelas penjualan codot (Cypnoterus titthaecheilus). Namun, tanyalah kepada warga sekitar tentang warung itu. Warung sebelah Pos Ojek itu mudah ditemui.
“Kalau cari Bu Sukarwanti enggak ada yang tahu, kalau Bu Wanti tahu semua, ha ha ha,” kata Wanti ditemui Harian Jogja, Minggu (16/12).
Di daftar menu warung itu juga tidak disebutkan secara gamblang menyediakan codot. Tapi tengoklah di lemari makanan. Selain sayur brongkos, kikil, ayam goreng, terdapat gorengan-gorengan berbentuk burung puyuh. Namun, apabila diperhatikan seksama, gorengan itu adalah codot. Selain digoreng, Wanti juga membacemnya.
Wanti menuturkan warung itu adalah usaha turun temurun dari keluarga. Dia tidak tahu persis tahun berapa usaha warung itu dimulai. “Mungkin 1975. Pokoknya waktu itu jalan belum seperti itu (beraspal). Orang masih jalan kaki,” katanya.
Dulu, orangtuanya juga berjualan codot goreng. Dia meneruskan usaha ini untuk menyambung hidup sebagai seorang janda. Ibu berputra dua ini mendapatkan codot dari pemburu di Gua Nampu di Desa Giriwungu, Kecamatan Panggang serta Kecamatan Purwosari.
Dalam sehari, dia biasa membeli 50 sampai 100 codot. Namun, pernah pula Wanti hanya mendapatkan 15 codot. Wanti menyebutkan, kebanyakan pembeli berasal dari Sleman, Bantul, Jogja, Wonosari sampai Boyolali. Pelanggannya sampai ada yang memintanya untuk membuat abon.
Harga codot goreng itu relatif terjangkau. Wanti biasa menjual seharga Rp 5.000 per potong untuk codot berukuran kecil dan Rp 8.000 untuk ukuran yang lebih besar. "Untuk dijadikan obat, codot cukup direbus saja. Harganya terjangkau, untuk codot kecil Rp 5.000 / ekor, kalau yang besar Rp 8.000 / ekor. Kalau dibacemkan tidak mengandung minyak," kata Wanti. Codot ini pas disantap bersama sambal bawang yang bikin keringat mengucur.
Para pembeli ada yang berasal dari Wonosari, Yogyakarta dan Bantul. Meski hujan turun, para pembeli tetap berdatangan. Biasanya beralasan karena untuk obat jadi harus disempatkan.
Dikisahkan, ada pengunjung dari Kalasan membeli 3 ekor kelelawar (1 paket), ternyata putranya sembuh dari penyakit asma, mereka datang untuk mengucapkan terima kasih. Sampai sekarang, menjadi pelanggan khusus sebulan sekali beli codot."Dari Kotagede ada yang borong 40 ekor codot untuk obat asma ada yang pesan abon codot harganya Rp 300 ribu/kg. Ada juga yang pesan hati codot dalam kapsul, sehingga untuk pengobatan tinggal menelan kapsul" kata Wanti.
Dijelaskan, Codot yang ditangkap di bibir pantai, berkhasiat untuk penyembuhan, berbeda dengan kelelawar yang ada di perkampungan. Memang harga kelelawar lain lebih murah, namun ada yang bilang kurang berkhasiat. Codot yang dijual di warung bu Wanti, disetor Antok warga Giriwungu yang setiap hari menangkap codot, dengan alat pancing. Dalam sehari, Antok bisa menangkap 50 ekor codot. Namun kadangkala, seharian tidak berhasil menangkap codot.Untuk penyetor codot di warung bu Wanti tidak hanya seorang, sehingga persediaan selalu ada dan tidak mengecewakan pengunjung yang sebagian besar membutuhkan codot bacem sebagai obat.